Friday, March 13, 2009

-> PANCA Bali Krama untuk siapa...?

(Postingan ini diposting ke Pemkot Denpasar, ... beserta penjelasannya di sini...! Juga dimuat oleh Harian Bali Post Senen, 16 Maret 2009 pada Kolom Surat Pembaca dengan tajuk: Kremasi di Mumbul Boleh? Klik aja di sini...!)

Sungguh membanggakan sradha dan bakti Umat Hindu di Bali dalam mensukseskan Tawur Agung Panca Bali Krama di Besakih, secara perorangan maupun dalam hitungan desa pekraman. Salah satunya terejawantahkan dengan tingginya loyalitas dan ketaatan krama (Hindu) Bali terhadap "larangan" tidak melakukan ngaben atau mekingsan di geni ~ serangkaian Upacara Panca Bali Krama ~ sejak 21 Februari hingga 27 April 2009, sesuai dengan Surat Edaran Majelis Desa Pekraman Bali No.: 054/MDP Bali/XI/2008.
Prakteknya di pekraman terhadap adanya kematian warga adalah diberlakukannya tata cara penguburan "nyilib" yaitu penguburan dilakukan pada petang hari tanpa menyuarakan kentongan.

Sama sekali tidak ada keluhan apalagi pembangkangan Krama di seluruh Bali. Krama Bali, yang oleh suatu sebab tidak melakukan penguburan bahkan menitipkan jenazah keluarganya yang meninggal di kamar jenazah rumah sakit, sampai-sampai container penyimpanan jenazah RSUP Sanglah kepenuhan.
Keyakinan dan ketaatan ini sungguh membanggakan kerena sepertinya semua Krama Hindu Bali ingin mensukseskan Upacara Agung dimaksud. Siapa lagi yang harus menghormati kalau bukan krama Hindu Bali.

Namun, ..... di tengah-tengah kekhusukan menunggu detik-detik Panca Bali Krama, serta hiruk pikuk dan semakin tingginya minat Krama Hindu Bali ngaturang ayah ke Besakih, saya tersentak dengan berita harian Bali Post edisi Jumat Kliwon, 13 Maret 2009 pada kolom Yustisia hal 3; yang memberitakan RSUP Sanglah melakukan kremasi 17 jenazah terlantar atau tanpa identitas, termasuk orok/bayi, potongan tubuh operasi dan potongan payudara titipan kepolisian, Kemis (12/3) di Mumbul, Nusa Dua.

Pertanyaan muncul dalam benak saya: "Kock boleh ....?"

Kalau dihubungkan dengan maksud dan tujuan Tawur Agung Panca Bali Krama adalah menyucikan alam. Kemudian larangan tidak boleh ngaben atau mekingsan di geni dilogikakan bahwa asap pembakaran akan mengotori kesucian.

Lalu...?

Bagaimana dengan kremasi di Mumbul...? Apa tidak berasap...? Atau apakah instalasi krematorium semacam di Mumbul kebal terhadap "larangan" MDP Bali karena berkeyakinan lain...?

Sejauhmana toleransi dan tanggungjawab institusi non Hindu, dalam hal ini RSUP Sanglah untuk menghormati, atau setidaknya bertoleransilah menunda "eksekusi" kremasi setelah selesainya Panca Bali Krama.

Bagaimana menjelaskan hal ini? Siapa yang harus menjelaskan ....?

Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru, Astuuu...!!!!!
Gonggede.

1 comment:

Unknown said...

Nice Stuff!

Commendable Blog indeed!

Dear Blogger, need your valuable feedback for:

www.octandigital.com

Regards,
Mehta